TUGAS
2 BHS. INDONESIA
KARANGAN
ILMIAH, KARANGAN NON ILMIAH, DAN METODE ILMIAH
1.
Karangan Ilmiah
a.
Pengertian
Karangan Ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan
yang menyajikan fakta umum dan dengan penulisan yang baik dan benar. karya
tulis ilmiah dapat berwujud dalam bentuk makalah (dalam seminar atau
simposium), artikel, laporan praktikum, skripsi, tesis, dan disertasi.
“Karangan
ilmiah merupakan suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan sifat
keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam
bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan
yang bersantun bahasa dan isisnya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/
keilmiahannya.”—Eko Susilo, M. 1995:11
b.
Macam-macam karangan ilmiah
1)
Skripsi
Karya tulis (ilmiah) mahasiswa untuk melengkapi
syarat mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi ditulis berdasarkan pendapat
(teori) orang lain. Pendapat tersebut didukung data dan fakta empiris-obyektif,
baik berdasarkan penelitian langsung, observasi lapangan / penelitian di
laboratorium, ataupun studi kepustakaan. Skripsi menuntut kecermatan
metodologis hingga menggaransi ke arah sumbangan material berupa penemuan baru.
2)
Tesis
Jenis karya tulis dari hasil studi sistematis atas masalah.
Tesis mengandung metode pengumpulan, analisis dan pengolahan data, dan
menyajikan kesimpulan serta mengajukan rekomendasi. Orisinalitas tesis harus
nampak, yaitu dengan menunjukkan pemikiran yang bebas dan kritis. Penulisannya
baku dan tesis dipertahankan dalam sidang. Tesis juga bersifat argumentative
dan dihasilkan dari suatu proses penelitian yang memiliki bobot orisinalitas
tertentu.
3)
Disertasi
Karya tulis ilmiah resmi akhir seorang mahasiswa
dalam menyelesaikan program S3 ilmu pendidikan. Disertasi merupakan bukti
kemampuan yang bersangkutan dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan
penemuan baru dalam salah satu disiplin ilmu pendidikan.
4)
Makalah
Kertas
kerja yang penyampaiannya secara langsung karya dan menyajikan suatu masalah
yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif.
c.
Ciri-ciri
karangan ilmiah
§ Menyajkan fakta
objektif secara sistematis
§ Penulisan
cermat, tepat dan benar serta tidak membuat terkaan
§ Tidak mengejar
keuntungan pribadi
§ Tidak menonjolkan
perasaan
§ Sistematis
§ Tidak memuat
pandangan-pandangan tanpa pendukung
§ Tidak Persuasif
§ Tidak
Argumentatif
§ Tidak Melebih
lebihkan sesuatu
d.
Contoh karangan
ilmiah
Contoh Karya Ilmiah Pendidikan Berjudul "Menumbuhkan Minat Siswa Dalam Belajar"
A. Pendahuluan
Suatu kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan minat akan menghasilkan prestasi yang kurang menyenangkan. Dapat dikatakan bahwa dengan terpenuhinya minat seseorang akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan batin yang dapat menimbulkan motivasi. S.C. Utami Munandar (1985:11) menyatakan bahwa minat dapat juga menjadi kekuatan motivasi. Prestasi seseorang selalu dipengaruhi macam dan intensitas minatnya. Minat menimbulkan kepuasan. Seorang anak cenderung untuk mengulang-ulang tindakan-tindakan yang didasari oleh minat dan minat ini dapat bertahan selama hidupnya.
Dengan demikian, minat belajar merupakan faktor yang sangat penting dalam keberhasilan belajar siswa. Disamping itu minat belajar juga dapat mendukung dan mempengaruhi proses belajar mengajar di sekolah. Namun dalam prakteknya tidak sedikit guru Seni Budaya (Kesenian) menemukan kendala di dalam kelas, karena kurangnya minat siswa dalam pembelajaran Seni Budaya khususnya seni rupa. Jika hal ini terjadi, maka proses belajar mengajar pun akan mengalami hambatan dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan pengalaman penulis, pada saat pembelajaran berlangsung siswa kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran. Hanya sebagian kecil saja siswa yang bisa memahami dan mengerjakan tugas dengan semangat. Sebagian besar siswa mengerjakan tugas yang diberikan dengan perasaan terpaksa atau takut. Hal ini menyebabkan tugas yang diberikan hasilnya kurang memuaskan sehingga terkesan asal jadi. Jika mereka ditanya, alasannya mereka tidak mempunyai bakat di bidang seni atau tidak punya bakat menggambar. Dengan kondisi seperti ini, guru perlu mencari upaya bagaimana menumbuhkan minat belajar siswa terutama dalam pembelajaran Seni Rupa.
B. Konsep Minat Belajar
Pengertian minat
Minat sering dihubungkan dengan keinginan atau ketertarikan terhadap sesuatu yang datang dari dalam diri seseorang tanpa ada paksaan dari luar. The Liang Gie (1994:28) mengungkapkan bahwa minat berarti sibuk, tertarik, atau terlibat sepenuhnya dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Menurut Slameto (dalam Djaali 2006:121) minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Sedangkan menurut Crow and Crow (dalam Djaali 2006:121) mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.
Pengertian Belajar
Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang belajar, pada umumnya mereka memberikan penekanan pada unsur perubahan dan pengalaman. Menurut Witherington (dalam Sukmadinata 2007:155) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola respon yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. Crow and Crow (dalam Sukmadinata 2007:155) mengemukakan bahwa belajar adalah diperolehnya kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru. Sedangkan menurut Hilgar (1962:252) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses di mana suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap sesuatu situasi.
Berdasarkan penekanan unsur pengalaman tentang definisi belajar dikemukakan para ahli, antara lain menurut Di Vesta and Thompson (1970:112) menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Gage and Berliner (1970:256) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang muncul karena pengalaman. Sedangkan menurut Hilgard (1983:630), mengemukakan bahwa belajar dapat dirumuskan sebagai perubahan perilaku yang brelatif permanen yang terjadi karena pengalaman.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat belajar
Minat belajar peserta didik sangat menentukan keberhasilannya dalam proses belajar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut bersumber pada dirinya dan luar dirinya atau lingkungannya antara lain sebagai berikut :
Faktor dalam diri siswa, yang terdiri dari :
Aspek jasmaniah, mencakup kondisi fisik atau kesehatan jasmani dari individu siswa. Kondisi fisik yang prima sangat mendukung keberhasilan belajar dan dapat mempengaruhi minat belajar. Namun jika terjadi gangguan kesehatan pada fisik terutama indera penglihatan dan pendengaran, otomatis dapat menyebabkan berkurangnya minat belajar pada dirinya. (Kumpulan Tugas Sekolahku)
Aspek Psikologis (kejiwaan), menurut Sardiman (1994:44) faktor psikologis meliputi perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berfikir, bakat,dan motif. Pada pembahasan berikut tidak semua faktor psikologis yang dibahas, tetapi hanya sebagian saja yang sangat berhubungan dengan minat belajar.
Faktor dari luar siswa, meliputi:
Keluarga, meliputi hubungan antar keluarga, suasana lingkungan rumah, dan keadaan ekonomi keluarga.
Sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, sarana dan prasarana belajar, sumber-sumber belajar, media pembelajaran, hubungan siswa dengan temannya, guru-gurunya dan staf sekolahserta berbagai kegiatan kokurikuler.
Lingkungan masyarakat, meliputi hubungan dengan teman bergaul, kegiatan dalam masyarakat, dan lingkungan tempat tinggal.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa faktor-faktor dari diri siswa dan dar luar siswa saling berkaitan dalam menumbuhkan minat belajar. Jika faktor-faktor tersebut tidak mendukung mengakibatkan kurang atau hilangnya minat belajar siswa. Kurang atau hilangnya minat belajar siswa disebabkan oleh banyak hal yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Menurut JT. Loekmono (1985:97), faktor-faktor yang menyebabkan kurang atau hilangnya minat belajar sisbwa adalah sebagai berikut :
D. Faktor-faktor yang dapat menumbuhkan minat belajar
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada. Menurut Tanner and Tanner (1975) menyarankan agar para pengajar berusaha membentuk minat-minat baru pada siswa. Hal ini bisa dicapai melalui jalan memberi informasi pada siswa tentang bahan yang akan dismpaikan dengan menghubungkan bahan pelajaran yang lalu, kemudian diuraikan kegunaannya di masa yang akan datang. Roijakters (1980) berpendapat bahwa hal ini biasa dicapai dengan cara menghubungkan bahan pelajaran dengan berita-berita yang sensasional, yang sudah diketahui siswa.
Harry Kitson (dalam The Liang gie 1995:130) mengemukakan bahwa ada dua kaidah tentang minat (the laws of interest), yang berbunyi :
Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, usahakan memperoleh keterangan tentang hal itu
Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, lakukan kegiatan yang menyangkut hal itu.
Minat belajar akan tumbuh apabila kita berusaha mencari berbagai keterangan selengkap mungkin mengenai mata pelajaran itu, umpamanya arti penting atau pesonanya dan segi-segi lainnya yang mungkin menarik. Keterangan itu dapat diperoleh dari buku pegangan. ensiklopedi, guru dan siswa senior yang tertarik atau berminat pada mata pelajaran itu. Disamping itu perlu dilakukan kegiatan yang berhubungan dengan mata pelajaran itu, misalanya pada mata pelajaran seni rupa usahakan mengikuti apa yang harus dilakukan apakah dengan menggambar atau melukis. Dengan langkah-langkah itu minat siswa terhadap mata pelajaran itu akan tumbuh.
JT. Loekmono (1985:98), mengemukakan bahwa cara-cara untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa adalah sebagai berikut :
Periksalah kondisi jasmani anak, untuk mengetahui apakah segi ini yang menjadi sebab.
Gunakan metode yang bervariasi dan media pembelajaran yang menarik sehingga dapat merangsang anak untuk belajar
Menolong anak memperoleh kondisi kesehatan mental yang lebih baik.
Cek pada orang atau guru-guru lain , apakah sikap dan tingkah laku tersebut hanya terdapat pada pelajaran saudara atau juga ditunjukkan di kelas lain ketika diajar oleh guru-guru lain.
Mungkin lingkungan rumah anak kurang mementingkan sekolah dan belajar. Dalam hal ini orang-orang di rumah perlu diyakinkan akan pentingnya belajar bagi anak. (Kumpulan Tugas Sekolahku)
Cobalah menemukan sesuatu hal yang dapat menarik perhatian anak, atau tergerak minatnya. Apabila minatnya tergerak, maka minat tersebut dapat dialihkan kepada kegiatan-kegiatan lain di sekolah.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat dipahami bahwa banyak sekali faktor yang dapat menumbuhkan atau membangkitkan minat belajar bagi siswa. Tinggal bagaimana upaya yang harus kita lakukan sebagai seorang guru dalam memecahkan masalah ini, sehingga siswa terbantu untuk menemukan minatnya dalam mengikuti pembelajaran. Siswa yang memiliki karakter yang berbeda-beda memerlukan penanganan yang berbeda pula, termasuk dalam hal menumbuhkan minat belajarnya. Dengan adanya upaya dari guru dan pihak lain dalam menumbuhkan minat belajar bagi siswa, diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang akhirnya tertuju pada keberhasilan belajar siswa.
Penutup
Minat belajar merupakan salah satu komponen yang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa, terlebih dahulu kita harus memperhatikan apa yang menjadi latar belakang yang menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya minat belajar. Setelah itu baru kita mengambil langkah-langkah apa yang harus kita lakukan untuk menumbuhkan minat belajar pada diri siswa. Dengan demikian upaya untuk menumbuhkan minat belajar sesuai dengan sasarannya.
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat kita tarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan upaya menumbuhkan minat belajar pada peserta didik. Pertama, pahami dan kenali terlebih dahulu kondisi fisik dan psikologis siswa. Kedua, gunakan teknik dan metode yang bervariasi dalam penyajian materi pembelajaran. Ketiga, penggunaan media pembelajaran hendaknya dapat merangsang siswa untuk tertarik ikuti serta dalam pembelajaran. Keempat, pahami kondisi lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah sehingga kita dapat mencari jalan keluar dalam menumbuhkan minat belajar siswa.
Rujukan
[1] Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[2] Munandar, S.C. Utami. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah: Petunjuk bagi Para Guru dan Orang Tua. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
[3] Sardiman, AM.1992. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Pedoman bagi Guru dan Calon Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
[3] Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[4] Djaali, H. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
[5] Gie, The Liang. 1995. Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: Liberty.
[6] Loekmono,JT. 1985. Bimbingan bagi Anak Remaja yang bermasalah. Jakarta: CV. Rajawali.
Dampak Globalisasi Terhadap
Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi informasi dan komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya, terutama dalam bidang pendidikan.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.
Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.
1.2 Rumusan Masalah
Secara umum, rumusan masalah pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan” ini dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut.
a. Apa dampak dari globalisasi untuk dunia pendidikan?
b. Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?
c. Cara penyesuan pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?
1.3 Tujuan
1. Bagi Penulis
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah pengantar pendidikan. Selain itu, bagi diri kami pribadi makalah ini juga diharapkan bisa digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa, baik dalam lingkup universitas negeri malang maupun di civitas akademika yang lain.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan dan menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Para pembaca yang dominan dari kaula mahasiswa bisa digunakan untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas, sehingga kedepannya tercipta sdm-sdm yang unggul.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting globalisasi sehingga dampak negatif yang berimbas bisa leih diperkecil. Dan juga diharapkan agar realisasi kegiatan positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengaruh Globalisasi terhadap dunia Pendidikan
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-poin berikut:
1. Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
Pengajaran Interaktif Multimedia
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan menjadi suatu proses komunikasi.
Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005) yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dengan konsep.
Perubahan Corak Pendidikan
Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya. Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang berjuauhan tempat tinggalnya.
Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu, hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya mendngarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.
2. Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang saham.(John Micklethwait, 2007:166). .
Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu diberitakan salah seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat berbahaya pada proses belajar mengajar.
Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.
2.2 Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia
2.2.1 Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan,
sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.
Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor modern diisi orang-orang awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri, karena tidak mampu terjun ke sektor modern.
2.2.2 Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas.
Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).
Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan miskin.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.
Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan sebagai berikut.
Mencermati konteks pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi bergeser. Awalnya, pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan kelas sosial. Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas (free trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa mencerdaskan bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi kepentingan pribadi maupun golongan.
2.2.3 Kualitas SDM yang Rendah
Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi di pasar Internasional.
Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa daerah di Indonesia masih kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi. Tabel 1. berikut menjelaskan tentang kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun 2004 dan 2005. Total kita masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini menjadi tugas utama dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal.
2.3 Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi
Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi. Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut. Kita harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks regional. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan. Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.
Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral. Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini, kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia
Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
Pengajaran Interaktif Multimedia
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer.
Perubahan Corak Pendidikan, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan.
Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan.
Bahaya Dunia Maya
Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet.
Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi di indonesia adalah Mahalnya Biaya Pendidikan, Kualitas SDM yang Rendah dan fasilitas pendidikan ang kurang, itu yang mengakibatkan pendidikan tidak berjalan dengan lancar
Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu
3.2 Saran
Penulis memberikan saran yang ditujukan untuk
a. Masyarakat
agar para orang tua memperhatikan kepentingan anaknya dalam hal pendidikan sehingga pendidikan berjalan dengan lancar
b. Pemerintah
Pemerintah harus menggarkan danan yang cukup untuk keperluan pendidikan dan menambah beasiswa bagi guru untuk training
DAFTAR PUSTAKA
[1] Asri B. 2008. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta.
[2] Faizah, F. 2009. Dampak Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan, (Online)(http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127), diakses 18 Oktober 2011.
[3] Munir. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Maqdani, Anggota IKPI.
[4] Surya, M. 2002. Dasar-dasar Kependidikan di SD. Pusat penerbitan Universitas Terbuka. Suryabrata, [5] S. 2010. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.
[6] Januar, I. 2006. Globalisasi pendidikan dI indonesia, (Online), (www.friendster.com/group/tabmain.php?statpos=mygroup&gid=340151), diakses 18 Oktober 2011.
[7] Wardoyo, C. 2007. Urgensi Pendidikan Moral (Online), (http://www.nu.or.i) diakses 18 oktober 2011.
2.
Karangan Non
Ilmiah
a.
Pengertian
Karangan Non Ilmiah (Fiksi) adalah Satu ciri yang
pasti ada dalam tulisan fiksi adalah isinya yang berupa kisah rekaan. Karangan
non-ilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif.
Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya formal dan populer,
walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis.
b.
Macam-macam
karangan non ilmiah
Ø Cerpen : Suatu bentuk prosa naratif fiktif.
Sebuah karangan yang menceritakan tentang suatu alur cerita yang memiliki tokoh
cerita dan situasi cerita terbatas.
Ø Dongeng : Suatu kisah yang diangkat dari
pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan
pesan moral yang mengandung makna hidup.
Ø Novel : Bentuk sastra yang paling popular di
dunia. Yang merupakan karya sastra yang mempunyai unsure intrinsik dan
ekstrinsik yang keduanya saling berhubungan.
Ø Drama : Suatu aksi atau perbuatan. Adalah suatu
bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh actor.
c.
Ciri-ciri
karangan non ilmiah
§ ditulis berdasarkan fakta pribadi,
§ fakta yang disimpulkan subyektif,
§ gaya bahasa konotatif dan populer,
§ tidak memuat hipotesis,
§ penyajian dibarengi dengan sejarah,
§ bersifat imajinatif,
§ situasi didramatisir,
§ bersifat persuasive
§ tanpa dukungan bukti
d.
Contoh karangan
non ilmiah
BATU
GOLOG
Pada jaman dahulu di daerah Padamara dekat Sungai
Sawing di Nusa Tenggara Barat hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang istri
bernama Inaq Lembain dan sang suami bernama Amaq Lembain
Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi.
Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi.
Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya
menyertai pula. Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya
ditaruhnya diatas sebuah batu ceper didekat tempat ia bekerja.
Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat
mereka duduk makin lama makin menaik. Merasa seperti diangkat, maka anaknya
yang sulung mulai memanggil ibunya: “Ibu batu ini makin tinggi.” Namun
sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja. Dijawabnya, “Anakku tunggulah
sebentar, Ibu baru saja menumbuk.”
Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu
ceper itu makin lama makin meninggi hingga melebihi pohon kelapa. Kedua anak
itu kemudian berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk
dan menampi beras. Suara anak-anak itu makin lama makin sayup.
Akhirnya
suara itu sudah tidak terdengar lagi.
Batu Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.
Batu Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.
Inaq Lembain menangis tersedu-sedu. Ia kemudian
berdoa agar dapat mengambil anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi
kekuatan gaib. dengan sabuknya ia akan dapat memenggal Batu Goloq itu. Ajaib, dengan
menebaskan sabuknya batu itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama
jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong olrh karena
menyebabkan tanah di sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi
nama Dasan Batu oleh karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu
ini. Dan potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara
gemuruh. Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker. Sedangkan kedua anak
itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berubah menjadi dua ekor burung. Anak
sulung berubah menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah menjadi burung Kelik.
Oleh karena keduanya berasal dari manusia maka kedua burung itu tidak mampu
mengerami telurnya.
3.
Metode Ilmiah
a.
Pengertian
metode ilmiah
Metode ilmiah merupakan suatu prosedur atau urutan
langkah yang harus dilakukan untuk melakukan suatu proyek ilmiah. Metode ilmiah
juga dapat didefinisikan sebagai cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap
penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran (Almadk ,1939). Metode ilmiah
merupakan suatu prosedur (urutan langkah) yang harus dilakukan untuk melakukan
suatu proyek ilmiah (science project). Metode ilmiah berdasatkan dari dua suku
kata yaitu metode dan ilmiah. Seandainya kita artikan satu-persatu makna dari kata-kata
tersebut yakni :
a)
Metode
Metode dapat diartikan sebagai sebuah cara yaitu
cara yang teratur dan sistematis untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu.
b)
Ilmiah
Ilmiah : bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan;
memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Diatur oleh atau sesuai dengan
prinsip-prinsip ilmu pasti: prosedur ilmiah. Sistematis atau akurat dalam cara
ilmu pasti.
Secara umum dan keseluruhan metode ilmiah atau proses
ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis
berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis
dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat
berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu
hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori
ilmiah.
Bagaimana menurut para ahli? Ini adalah beberapa
pendapat para ahli diantaranya:
·
Menurut
Almadk (1939),” metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.
·
Sedangkan
Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu
untuk memperoleh sesuatu interelasi.
b.
Tujuan
mempelajari metode ilmiah
Tujuan
adalah salah satu bentuk harapan untuk dimasa yang akan datang. Untuk karena
itu dalam penulisan ilmiah kita tidak bias asal tulis atau tidak mengindahkan
kaidah-kaidah dala penulisan ilmiah. Dalam penulisan ini kita harus mempunyai
metodenya agar tulisan kita dapat dipahami dan dimengerti oleh si pembaca
dikemudian hari. Ini adalah beberapa tujuan kita mempelajari metode ilmiah :
1.
Meningkatkan keterampilan dalam
mengorganisasikan dan menyajikan fakta secara sistematis.
2.
Meningkatkan pengetahuan tentang
mekanisme penulisan karangan ilmiah.
3.
Untuk meningkatkan keterampilan,baik
dalam menulis,menyusun, mengambil kesimpulan maupun dalam menerapkan
prinsip-prinsip yang ada.
4.
Merupakan
suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan
logis.
5.
Untuk
mencari ilmu pengetahuan yang dimulai dari penentuan masalah, pengumpulan data
yang relevan, analisis data dan interpretasi temuan, diakhiri dengan penarikan
kesimpulan.
6.
Mendapatkan
pengetahuan ilmiah (yang rasional, yang teruji) sehingga merupakan pengetahuan
yang dapat diandalkan.
c.
Sikap ilmiah
Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut
“Attitude” sedangkan istilah attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni
“Aptus” yang berarti keadaan siap secara mental yang bersifat untuk melakukan
kegiatan. Triandis mendefenisikan sikap sebagai : “ An attitude ia an idea
charged with emotion which predis poses a class of actions to aparcitular class
of social situation”.
Rumusan di atas diartikan bahwa sikap mengandung
tiga komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen tingkah
laku. Sikap selalu berkenaan dengan suatu obyek dan sikap terhadap obyek ini
disertai dengan perasaan positif atau negatif. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa sikap adalah suatu kesiapan yang senantiasa cenderung untuk berprilaku
atau bereaksi dengan cara tertentu bilamana diperhadapkan dengan suatu masalah
atau obyek.
Menurut Baharuddin (1982:34) mengemukakan bahwa
:”Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperlihatkan oleh para Ilmuwan
saat mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuwan. Dengan perkataan lain
kecendrungan individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan suatu
masalah secara sistematis melalui langkah-langkah ilmiah.
Beberapa sikap ilmiah dikemukakan oleh Mukayat
Brotowidjoyo (1985 :31-34) yang biasa dilakukan para ahli dalam menyelesaikan
masalah berdasarkan metode ilmiah, antara lain :
§ Sikap ingin tahu
§ Sikap kritis
§ Sikap obyektif
§ Sikap ingin
menemukan
§ Sikap tekun
d.
Langkah-langkah
pelaksanaan penulisan ilmiah
1.
Masalah:
berawal dari adanya masalah yang dapat digali dari sumber empiris dan teoretis,
sebagai suatu aktivitas pendahuluan. Agar masalah ditemukan dengan baik
memerlukan fakta-fakta empiris dan diiringi dengan penguasaan teori yang
diperoleh dari mengkaji berbagai literatur relevan.
2.
Rumusan
masalah: Masalah yang ditemukan diformulasikan dalam sebuah rumusan masalah,
dan umumnya rumusan masalah disusun dalam bentuk pertanyaan.
3.
Pengajuan
hipotesis: Masalah yang dirumuskan relevan dengan hipotesis yang diajukan.
Hipotesis digali dari penelusuran referensi teoretis dan mengkaji hasil-hasil
penelitian sebelumnya.
4.
Metode/strategi
pendekatan penelitian: Untuk menguji hipotesis maka peneliti memilih
metode/strategi/pendekatan/desain penelitian yang sesuai.
5.
Menyusun
instrumen penelitian: Langkah setelah menentukan metode/strategi pendekatan,
maka peneliti merancang instrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data,
misalnya angket, pedoman wawancara, atau pedoman observasi, dan melakukan
pengujian validitas dan reliabilitas instrumen agar instrumen memang tepat dan
layak untuk mengukur variabel penelitian.
6.
Mengumpulkan
dan menganalisis data: Data penelitian dikumpulkan dengan Instrumen yang
kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan alat-alat
uji statistik yang relevan dengan tujuan penelitian atau pengujian secara
kualitatif.
7.
Simpulan:
Langkah terakhir adalah membuat simpulan dari data yang telah dianalisis.
Melalui kesimpulan maka akan terjawab rumusan masalah dan hipotesis yang diajukan
dapat dibuktikan kebenarannya.
Referensi
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar