BAB 14
KASUS-KASUS
1.
Kasus BUMN
Pengalihan biaya BBM
bersubsidi. Penjelasan: minyak pasokan yg di beri pemerintah di setiap galon
pertamin di indonesia sudah susah di dapat, misalnya pedagang kecil membeli
minyak tersebut memakai jerigen, mengisi tangki mobil secara berulang2 dalam
satu mobil untuk berdagang di rumahnya agar mendapatkan minyak yg banyak. Analisa
yg harus di perketat adalah keadilan dan kerjasama yg menjunjung kinerja di
Indonesia
2.
Kasus Merger
Merger Bank CIMB.
Merupakan kasus merger yang terjadi pada Bank Niaga dan Bank Lippo. Bank Niaga
didirikan pada 26 September 1955, dan saat ini lnerupakan bank ke-7 terbesar di
Indonesia berdasarkan aset serta ke-2 terbesar di segmen Kredit Kepemilikan
Rumah dengan pangsa pasar sekitar 9-10%. Bumiputra-Commerce Holdings Rerhad
(BCHB) memegang kepemilikan mayoritas sejak 25 November2002, kemudian dialihkan
kepada CIMB Group, anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh RCHB, pada 16
Agustus 2007. Bank Lippo didirikan pada bulan Maret 1948. Menyusul merger dengan
PT Bank Unium Asia. Bank Lippo mencatatkan sahamnva di Bursa Efek pada November
1989. Pemerintah RI menjadi pemegang sahaln mayoritas di Bank Lippo melalui
program rekapitalisasi yang dilaksanakan pada 28 Mei 1999. Pada tanggal 30
September 2005, setelah memperoleh persetu-iuan Bank Indonesia, Khazanah
IVasional Berhad mengakuisisi kepemilikan mayoritas di Bank Lippo.
PT. Bank CTMB Niaga-Tbk
berdiri pada tanggal 1 November 2008. PT. Bank CIMB Niaga merupakan hasil
merger antara PT. Bank Niaga (Persero) Tbk dengan PT. Bank Lippo (Persero) Tbk.
Proses merger dilakukan dengan cara Commerce International Merchant Bankers
(CIMB) Group membeli 51 persen saham Bank Lippo yang dimiliki oleh Santubong
Ventures. anak usaha dari Khazanah. Khazanah sendiri adalah perusahaan besar
dibidang keuangan asal Malaysia. Total pembelian saham Bank Lippo oleh CIMB
Group Rp 5,9 triliun atau setara 2.1 miliar ringgit Malaysia.
Sebagai gantinya
Khzanah akan memperoleh 207,l Juta lembar saham baru di Bank Bumlputera -
Commerce Holding Berhard (BCHB) yakni perusahan pemilik CIMB Group. Seluruh
saham Bank Lippo akan ditukar menjadi sahani Rank Niaga dengan rasio 2,822
saham Bank Niaga per I lembar saham Bank Lippo. Seluruh asset dan kewajiban
Bank Lippo akan dialihkan ke Bank Niaga. Dalam proses merger tersebut CIMB
menawarkan fasilitas voluntary dan standby facility yang memungkinkan pemegang
saham minoritas dikedua bank untuk melepas saham mereka dan tidak
berpartisipasi dalam proses merger.
3.
Kasus Akuisisi
Aqua yang diakuisisi Danone.
Contoh pertama dari kasus akuisisi adalah Aqua yang merupakan produsen air
minum dalam kemasan terbesar di Indonesia. Dimana merek Aqua sudah identik
dengan air minum. Dimana ketika seseorang hendak menebut air minum. Mereka
lebih cenderung mengatakan Aqua meskipun sebenarnya mereknya berbeda.
Aqua adalah sebuah
merek air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi oleh Aqua Golden
Mississipi di Indonesia sejak tahun 1973. Selain di Indonesia, Aqua juga dijual
di Singapura. Aqua adalah merek AMDK dengan penjualan terbesar di Indonesia dan
merupakan salah satu merek AMDK yang paling terkenal di Indonesia, sehingga
telah menjadi seperti merek generik untuk AMDK. Di Indonesia, terdapat 14
pabrik yang memroduksi Aqua. Pada tahun 1998, karena ketatnya persaingan dan
munculnya pesaing-pesaing baru, Lisa Tirto sebagai pemilik Aqua Golden
Mississipi sepeninggal ayahnya Tirto Utomo, menjual sahamnya kepada Danone pada
4 September 1998.
Akusisi tersebut
dianggap tepat setelah beberapa cara pengembangan tidak cukup kuat
menyelamatkan Aqua dari ancaman pesaing baru. Langkah ini berdampak pada
peningkatan kualitas produk dan menempatkan AQUA sebagai produsen air mineral
dalam kemasan (AMDK) yang terbesar di Indonesia. Pada tahun 2000, bertepatan
dengan pergantian milenium, Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua. Pasca
Akuisisi DANONE meningkatkan kepemilikan saham di PT Tirta Investama dari 40 %
menjadi 74 %, sehingga Danone kemudian menjadi pemegang saham mayoritas Aqua
Group.
4.
Kasus Tender
Kasus dugaan persekongkolan
tender KTP elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih
disidangkan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).Konsorsium
Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) pun meminta agar majelis hakim KPPU
dapat memberikan keputusan yang adil, benar, dan obyektif terkait kasus itu.
Menurut Kuasa Hukum PNRI Jimmy Simanjuntak, jika tidak dilakukan secara adil,
maka PNRI akan siap melakukan upaya hukum lanjutan, baik mengajukan banding maupun
memeroses secara pidana.
"Tolong, majelis
komisi yang akan memutuskan perkara ini, putuslah secara obyektif, jangan ada
pengaruh dari pihak manapun," ujar Jimmy Simanjuntak dalam keterangan
persnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (3/10/2012).Menurut Jimmy, dari
seluruh proses persidangan yang telah berlangsung di KPPU selama ini, pihak
investigator secara jelas telah gagal dan tidak dapat membuktikan dugaan
persekongkolan dalam tender e-KTP seperti yang dilaporkan. Pihak investigator
juga telah gagal menghadirkan saksi-saksi penting yang bisa memperjelas
persoalan dugaan persekongkolan tersebut.
Dalam persidangan itu,
lanjut Jimmy, berbagai keterangan dan dokumen palsu diajukan oleh investigator.
Selama ini pihak investigator menjadikan bukti dokumen berupa email-email yang
tak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran isinya dan telah dibantah sendiri
oleh pihak pelapor, dalam hal ini konsorsium Lintas Peruri sebagai pihak yang
kalah dalam tender di Kemendagri beberapa waktu lalu.
"Kalau keterangan dan dokumen palsu dari pihak investigator itu turut
dijadikan pertimbangan oleh majelis komisi dalam menghukum terlapor, maka kami
akan siap melakukan banding sekaligus melaporkan kasus keterangan palsu dan
dokumen palsu ini kepada pihak kepolisian," katanya.
Dugaan persekongkolan
tender e-KTP sendiri, tambah Jimmy, bermula dari adanya laporan ke KPPU yang
menduga adanya persekongkolan antara panitia lelang selaku terlapor I,
konsorsium PNRI selaku terlapor II, dan konsorsium astagraphia selaku terlapor
III.
Pihak terlapor diduga
telah melanggar Pasal 22 UU Nomo 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun, hingga usai persidangan beberapa waktu
lalu, dugaan persekongkolan ini sama sekali tidak bisa dibuktikan oleh pihak
investigator, maupun KPPU. Awal Oktober lalu, pihak konsorsium PNRI sendiri
telah memberikan dokumen kesimpulan perkara terhadap seluruh proses persidangan
kepada majelis komisi sebagai bahan pertimbangan.
"Kemarin tanggal 1
Oktober semua pihak terkait sudah memasukkan kesimpula perkara, kami juga belum
tahu kapan kasus ini akan diputuskan oleh majelis, tapi berdasarkan ketentuan
UU diperkirakan paling lambat 31 Oktober harus sudah ada putusan atas kasus
ini," tandasnya.
Sementara itu, Kuasa
Hukum terlapor I dari Dukcapil Kemendagri Soedoro Soertinggo mengatakan, belum
dapat mengambil keputusan apakah pihaknya akan melakukan keberatan atas dugaan
tersebut. Pihaknya memunggu keputusan majelis komisi setelah 30 hari kasus itu
di putuskan.
"Namun, pihak
terlapor bisa ajukan keberatan ke pengadilan negeri selama 14 hari,"
ujarnya. Menurut dia, dugaan persengkongkolan tersebut, tidak jelas. Sebab,
pihak pelapor yakni lintas peruri sejak dibentuk konsorsium pemenangan tender
e-KTP, lintas peruri sudah bubar sehingga kasus ini pelaporannya secara resmi
tidak ada. Namun, disatu sisi pihak majelis komisi sampai saat ini merahasiakan
pihak pelapor yang resmi. "Intinya belum bisa dikatakan pihak terlapor
bersalah," katanya. Dia menambahkan, konsorsium KPPU seharusnya selektif
dalam melakukan inverstigasi dugaan kasus ini dan jangan memaksakan apabila
tidak menemukan dua alat bukti. Sebab, dari pihak tergugat dapat menjawab semua
dugaan yang diajukan oleh Lintas Peruri baik dari sisi administrasi maupun
tehnis. "Secara yuridis, kasus ini tidak dapat dibuktikan. Namun dari sisi
non yuridis yang patut di pertanyakan," imbuhnya.
Menanggapi hal
tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi membantah adanya
penyelewengan dana anggaraan untuk program e-KTP tahap pertama pada tahun 2011.
Dirinya menjamin negara tidak dirugikan dalam proyek senilai Rp5,9 triliun itu.
"Tidak ada kerugian negara satu sen pun dalam proyek ini," tegasnya. Sebelumnya,
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo mengatakan, pihaknya
menemukan adanya permasalahan dalam pengadaan e-KTP berbasis Nomor Induk
Kependudukan tahun 2011. Program tersebut belum efektif, pelaksanaan pengadaan
e-KTP belum sepenuhnya mematuhi Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010. "BPK menemukan permasalahan
ketidakefektifan sebanyak 16 kasus senilai Rp6,03 miliar, ketidakhematan
sebanyak 3 kasus senilai Rp 605,84 juta," ujarnya. Menurut Hadi, pihaknya
juga menemukan lima kasus ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian
negara senilai Rp 36,41 miliar dan potensi kerugian negara sebanyak tiga kasus
senilai Rp 28,90 miliar. Permaslahan disebabkan konsorsium perusahaan
kontraktor e-KTP tidak dapat mematuhi jumlah pencapaian e-KTP tahun 2011 yang
telah ditetapkan dalam kontrak.
Sumber :